Trending

Determinasi, Sex dan Sangkanila oleh : Hamdan Suhaemi

JURNAL15.CO.ID, SERANG — [Pendahuluan] Soal kebutuhan sex, hampir semua orang memiliki. Terkadang ini jadi ukuran baik atau bejat, ketika urusan itu diatur dengan sah menurut syariat agama maka itu kebaikan dan jika tanpa pedoman agama adalah kebejatan. Hukum dan syarat-syarat dalam mengatur kehalalan sex tidak jauh dari pedoman agama. Tapi ini tengah melirik soal sex, relasinya dengan determinasi serta penerapan adab. Orang cenderung tidak beradab, karena isi hatinya bukan iman. Dasar kearifan dan kebijaksanaan pun itu adab. Meski adab tidak sama sekali meninggalkan ilmunya, ketika keduanya adalah bersamaan.

Pada tulisan ini, saya kolaborasi antara latar peristiwa dan tinjauan hukum dan adab. Bersamaan pula relasinya dengan teori determinasi. Hal yang saya mau tulis ini berlatar belakang riwayat ” pengingkaran ” baik pada keimanan maupun pada keadaban.

Meski kita terkadang dipertontonkan oleh oknum yang punya basis ilmu yang cukup paripurna, namun perangai budi pekerti tidak diterapkan, agama seolah tidak perlu mengatur itu. Padahal setiap mana berhubungan dengan nilai kemanusiaan pastilah agama.

Tempat Lokalisasi

Cerita ini saya dengar dari orang yang dulunya ” rajin ” ke Sangkanila. Sangkanila sebelum ditutup oleh Wali Kota Cilegon H. TB. Aat Syafaat adalah lokalisasi PSK yang kesohor di ujung barat Banten. Kontras dengan pri hidup orang Banten yang agamis.

Kenapa mengangkat Sangkanila sebagai objek tulisan ini, karena menjadi tempat kemaksiatan terutama pelacuran. Lalu apa kaitan tulisan ini dengan Sangkanila ?.

Dulu, orang didentikkan jelek jika tujuannya ke Sangkanila. Padahal tujuannya bisa lain. Tapi stigma mau melacur jauh lebih dominan. Keadaan Sangkanila dulu sebagai tempat transaksi sex tersebut berlangsung cukup lama. Meski kini Sangkanila telah berjejer bangunan Hotel.

Pribadi yang ingin aktivitasnya sebagai PSK, sudah cukup lama mati. Entah karena sakit atau tidak. Ia adalah Puteri Kiai.

Menariknya, perempuan PSK tersebut atau orang Serang bilang ” wadon telembuk “, dongdot, jablay atau wadon nakal itu berlatar belakang Santriah, bahkan Puteri Kiai.

Ini satu pertentangan antara ilmu dan adab. Meski ia pernah ngaji namun adab tidak pernah diterapkan, itu artinya antara adab dan ilmunya tidak lagi menjadi pedoman. Karena keduanya saling membentuk kesalehan orang.

Puteri Kiai ini memang sudah mati. Namun menyisakan generasinya yang juga sama berprofesi PSK. Bicara ilmu sebab ia ngaji, bicara adab tentu ia juga mengerti. Tapi terkait Puteri Kiai yang profesi pelacur itu tidak tengah mengada dalam sikap yang beradab. Saya kira adab yang lebih kuat pondasi eksistensialnya yang oleh Puteri Kiai tersebit diambil dari pitutur ayahnya yang kiai.

Pengaruh Determinasi

Saya coba tarik teori determinasi dan sependapat dengan Rick Warren yang dalam bukunya yang berjudul The Purpose Driven Life yang jika kita menarik kesimpulannya maka secara jelas ia ingin agar setiap orang memiliki hidup dengan sebuah landasan tujuan yang jelas. Dengan jelas disebutkan bahwa orang yang memiliki determinasi diri akan memotivasi dirinya untuk mencapai tujuan dalam hidupnya.

Determinasi diri yang tinggi membuat orang tersebut akan dengan giat berusaha untuk melangkah ke tujuannya, ia akan mengerahkan semua energinya semata-mata hanya untuk mencapai tujuan dalam hidupnya.

Analisa Determinasi

Ini sekedar comparative antara mana pengaruh lebih kuat determinasi atau ilmu dan adab dalam posisinya yang berbeda. Jelasnya kasus puterinya kiai yang berlatar belakang paham ilmu agama dan tatakrama ( adab ) itu justeru tidak kelihatan berpengaruh atas kesadaran bahwa melacur sudah jelas haram hukumnya.

Dengan demikian apakah juga bisa saya hubungkan bahwa ada pengaruh determinasi pada perempuan PSK tersebut. Hingga berbuat hina, rendahnya martabat, maksiat sekaligus melawan Tuhan.

Perceived causality, merupakan hubungan individu dengan kebutuhan akan kebebasan; ketika individu cenderung menggunakan lokus eksternal dan tidak diberikan pilihan, maka akan merusak motivasi instrinsik. Sedangkan ketika individu fokus terhadap lokus internal dan bertindak sesuai pilihannya, maka itu dapat meningkatkan motivasi intrinsiknya.

Perceived competence, merupakan hubungan individu dengan kebutuhan akan kompetensi, dimana ketika seseorang meningkatkan kebutuhan akan kompetensi nya maka kompetensi seseorang itu akan dapat ditingkatkan, sedangkan ketika seseorang mengurangi kebutuhan akan kompetensi nya maka motivasi intrinsiknya pun akan berkurang.

Kalimat Akhir

Perempuan PSK yang bukan Puteri Kiai mungkin tidak perlu adanya analisis, sebab alasan untuk lain saya sudah paham, dan yang utama alasan itu adalah jauh dari ajaran agama. Jangankan praktik ibadah, ilmunya pun tidak punya. Bagaimna beradab, bagaimna punya rasa malu jika tidak pernah memupuk iman.

Tapi, ini case-nya beda. Justeru tanggapan sepontan ” akh masa iya ” pasti tertuju padanya. Karena ia Puteri dari seorang kiai, yang berprofesi itu bukan karena tidak paham agama, namun itu karena ada pengaruh determinasi diri, atau bisa jadi determinasi lingkungan. Kenapa tidak termasuk determinasi genetika, karena Puteri kiai yg kebetulan PSK itu juga tentu paham hukum agama.

Riwayat yang diceritakan ini menjadi bahan perhatian saya untuk menanggapi persoalan keummatan ini. (Jurnal Hamdan)